Saturday, January 21, 2012

Hollywood, CIA, & Pentagon

Hollywood merupakan studio raksasa, pusat industri perfilman dunia. Sedangkan Central Intelligence Agency (CIA), merupakan dinas intelijen negara AS yang bermarkas besar secara resmi (karena ada sejumlah markas clandestine) di Langley. Lantas, adakah hubungan di antara keduanya? Menjawab pertanyaan ini bukan perkara mudah. Namun di tahun 2003, Program Discovery Channel pernah merilis satu film dokumenter menarik berjudul “CIA: Hollywood Spyfi” yang mengisahkan hubungan gelap antara Hollywood dan CIA. Dalam film dokumenter tersebut diceritakan bagaimana aneka gadget agen CIA banyak terinspirasi dari film Hollywood. Serial James Bond, misalnya.
Hubungan Gelap CIA-Hollywood
Ada artikel menarik yang diturunkan Prespektif (www.irib.ir, Juli 2007) berjudul “Kolaborasi Hollywood dan CIA”. Artikel tersebut diawali dengan sebuah pertemuan yang tidak disebut tanggal kejadiannya, antara para pejabat CIA dengan sejumlah perusahaan film Hollywood, yang dalam pertemuan tersebut dikatakan menunjuk anggota CIA bernama Paul Barry, berperan sebagai mediator antara CIA dengan Hollywood.
Berita yang berasal dari UPI (United Press Internasional) ini secara garis besar menyatakan bahwa CIA mengingkan Hollywood agar mencitrakan agen-agen CIA di dalam film-filmnya sebagai orang yang penuh dedikasi, herois, handal dan berani, tanpa menghilangkan sisi kemanusiaannya. CIA jelas berkepentingan dengan hal tersebut guna mendongkrak citranya yang terpuruk dalam penegakan hak asasi manusia di berbagai belahan dunia.
Juru Bicara CIA, Paul Gimicliano dalam pertemuan itu membacakan pernyataan resmi yang menyatakan, program pemantauan langsung CIA terhadap aktifitas Hollywood dan media Amerika lainnya akan terus berlanjut. Ini berarti pemantauan yang dilakukan CIA terhadap institusi kesenian AS tersebut telah lama dilakukan. CIA sudah lama menyusupkan agen-agennya dalam industri film, pers, dan media massa lainnya di Amerika dan juga negara-negara yang dianggap penting, guna memuluskan ambisi imperialisme AS sebagai The New Pax-Romana.
Khusus untuk Hollywood, Washington melihat kemampuan studio raksasa ini yang sangat besar untuk menyebarkan nilai-nilai Amerika, ke seluruh penjuru dunia. Hollywood harus mampu menyebarkan The American Dreaming tentang “Kebebasan, Demokrasi, dan Hak Asasi Manusia” yang seluruhnya mengacu pada pola hidup dan pola pikir masyarakat Barat.
Agenda tersembunyi ini sesungguhnya bisa dilihat dari pesan-pesan yang ada di banyak film produksi Hollywood. Simak saja misalnya seri film Delta Force di tahun 1980-an yang dibintangi aktor Chuck Norris, yang selalu saja menjadikan kaum Yahudi sebagai manusia pilihan dan hero, sedangkan orang Islam—dalam film ini digambarkan sebagai orang-orang Arab—merupakan orang-orang yang biadab, tak tahu etiket, suka main perempuan, dan teroris.
Atau simak aksi Sylverster Stallone dalam Rambo dan sekuelnya. Bagaimana seorang veteran tentara Amerika sanggup mengobrak-abrik markas pasukan Soviet atau Vietkong sendirian. Inilah The American Dream.
CIA menjadikan film-film Hollywood sebagai bagian dari promosi kehebatan Amerika. Dalam ilmu militer, CIA telah menjadikan Hollywood sebagai bagian dari Psy-war Unit, yang diharapkan mampu membuat gentar musuh-musuhnya dan membuat segan para sekutunya.
Pentagon Runs Hollywood
Selain keterlibatan CIA, Pentagon ternyata juga memiliki hubungan kerjasama dengan Hollywood. Harian Swedia, Hallandsposten, terbitan 26 Maret 1999, merilis sebuah berita terkait berjudul “Pentagon Runs Hollywood”. Artikel ini disalin lagi oleh Wes penre dalam situsnya pada tanggal 30 Maret 1999 dengan judul yang sama. Kisahnya tentang campur tangan Pentagon sebagai Markas Besar Angkatan Bersenjata AS ke dalam industri perfilman Hollywood.
Seperti juga dengan CIA, Pentagon juga memanfaatkan Hollywood untuk mendongkrak citranya ke seluruh dunia bahwa militer AS adalah yang angkatan bersenjata yang tercanggih dan terkuat di dunia. Dan ini memang benar adanya.
Selain untuk menaikkan citra institusionil, Pentagon juga ingin agar Hollywood mencitrakan sosok tentara Amerika sebagai tentara yang tidak terkalahkan dalam segi apa pun. Pentagon ingin agar dunia tahu bahwa tentara Amerika merupakan super hero, paling profesional, terkuat, paling pemberani, paling disiplin, paling demokratis, paling tangguh, paling perkasa, paling ulet, dan paling-paling lainnya. Yang belakangan inilah yang sama sekali tidak benar.
Di Irak saja, ada banyak tentara AS yang menderita depresi, bahkan melakukan bunuh diri, karena tidak tahan dengan tekanan saat bertugas di medan laga yang kering dan gersang. Jika kita menonton film-film underground Barat sendiri atau melihat tayangan berita yang disiarkan Al-Jazeera misalnya, ada banyak tentara AS yang menjerit-jerit ketakutan atau bahkan menangis karena rindu kampung halaman. Film dokumenter Fahrenheit 911 garapan sutradara AS Michael Moore juga memperlihatkan yang demikian. Jadi janganlah kita membayangkan sosok tentara AS seperti John Rambo, yang mampu sendirian masuk ke markas musuh dan menghancurkan semuanya.
Menariknya, campur tangan Pentagon ke dalam lingkup kerja Hollywood bukan cuma sebatas suggestion atau anjuran, melainkan terlibat langsung. Misalkan dalam penilaian terhadap skenario, setting panggung, hingga penyeleksian calon pemeran utama. Militer AS memang memiliki lembaga khusus yang bertugas menjembatani antara kepentingan angkatan bersenjata AS dengan film-film yang akan diproduksi Hollywood.
Di sisi lain, film-film Hollywood yang mengambil setting militer AS dan sejenisnya memang menjadi salah satu genre yang paling diminati penonton. Sebut saja Saving Privat Ryan, Top Gun, Platoon, Hamburger Hills, SWAT, We Are Soldiers, Pearl Harbour, Band of the Brothers, Full Metal Jacket, Patton, Black Hawk Down, Glory, The Caine Mutiny, Letters From Iwo Jima, The Great Escape, The Dirty Dozen, A Bridge to Far, dan lainnya.
Dari Rudal Hingga Pesawat Jet
Salah satu kerjasama antara Hollywood dengan Pentagon dalam produksi film adalah dalam penyediaan persenjataan dan alat-alat tempur, selain tentunya teknik dan strategi peperangan. Dalam film Top Gun yang dibintangi Tom Cruise misalkan, Pentagon meminjamkan pesawat jet F-16 dan juga pilotnya sebagai stuntman. Dalam ‘Blackhawk Down’, Pentagon malah mengirimkan ratusan personel marinir betulan untuk ikut sebagai pemain.
Pentagon memandang, film-film bertemakan perang dan sejenisnya mampu memompa semangat korps angkatan bersenjata AS. Selain itu, Pentagon juga ingin agar dunia tahu bahwa persenjataan dan personel tentara AS merupakan yang terkuat di dunia. Film Hollywood dianggapnya sebagai bagian dari semacam Psywar Unit.
Bisa jadi, disebabkan adanya kerjasama itulah ketika kemarin Rezim Bush tengah mengincar Iran, tiba-tiba muncul film “300″ yang sangat merendahkan peradaban dan martabat bangsa Persia.